🧠Uang Tidak Pernah Sekolah Tapi Pintar: Biografi Si Kertas Licik
Karya Pengembara Hidup: Jeffrie Gerry (Japra)
“Uang tak pernah duduk di bangku sekolah, tapi ia mengajar dunia tentang nilai dan harga.”
Pengantar
Uang, si kertas tanpa ijazah, menguasai dunia dengan kecerdikannya. Ia tidak pernah membaca buku, namun mampu menulis takdir manusia.
Puisi Satir: Uang Tidak Pernah Sekolah Tapi Pintar
Uang lahir tanpa akta,
tidak pernah mencicipi bangku sekolah.
Namun, ia mengajar manusia tentang nilai,
dengan bahasa yang tak terucap, namun terasa.
Ia tidak mengenal alfabet,
tapi namanya ditulis di setiap hati.
Ia tidak mengerti matematika,
namun menghitung setiap langkah manusia.
Uang tidak pernah belajar sejarah,
namun ia menciptakan peradaban.
Ia tidak tahu geografi,
namun hadir di setiap sudut dunia.
Ia tidak pernah belajar seni,
namun menjadi inspirasi setiap karya.
Ia tidak mengerti musik,
namun mengatur irama kehidupan.
Uang tidak pernah belajar etika,
namun menentukan moral manusia.
Ia tidak tahu agama,
namun disembah di setiap doa.
Ia tidak pernah belajar politik,
namun mengendalikan kekuasaan.
Ia tidak tahu hukum,
namun membentuk keadilan.
Uang tidak pernah belajar psikologi,
namun memahami hasrat terdalam manusia.
Ia tidak tahu filsafat,
namun menjadi alasan eksistensi.
Ia tidak pernah belajar sosiologi,
namun membentuk struktur masyarakat.
Ia tidak tahu antropologi,
namun menjadi bagian dari budaya.
Uang tidak pernah belajar ekonomi,
namun menjadi pusat perputaran dunia.
Ia tidak tahu bisnis,
namun menjadi tujuan setiap transaksi.
Ia tidak pernah belajar teknologi,
namun mempercepat inovasi.
Ia tidak tahu internet,
namun viral di setiap platform.
Uang tidak pernah belajar pendidikan,
namun menentukan akses ke ilmu.
Ia tidak tahu kurikulum,
namun menjadi syarat kelulusan.
Ia tidak pernah belajar kesehatan,
namun menentukan kualitas hidup.
Ia tidak tahu obat,
namun menjadi resep utama.
Uang tidak pernah belajar olahraga,
namun menjadi sponsor utama.
Ia tidak tahu kompetisi,
namun menentukan pemenang.
Ia tidak pernah belajar kuliner,
namun menentukan rasa makanan.
Ia tidak tahu resep,
namun menjadi bahan utama.
Uang tidak pernah belajar fashion,
namun menentukan tren.
Ia tidak tahu desain,
namun menjadi label utama.
Ia tidak pernah belajar arsitektur,
namun menentukan bentuk kota.
Ia tidak tahu struktur,
namun menjadi fondasi.
Uang tidak pernah belajar lingkungan,
namun menentukan nasib bumi.
Ia tidak tahu ekosistem,
namun menjadi penyebab perubahan.
Ia tidak pernah belajar seni bela diri,
namun menjadi senjata utama.
Ia tidak tahu strategi,
namun memenangkan perang.
Uang tidak pernah belajar cinta,
namun menjadi alasan pernikahan.
Ia tidak tahu romansa,
namun menjadi mahar utama.
Ia tidak pernah belajar keluarga,
namun menentukan kebahagiaan.
Ia tidak tahu kasih sayang,
namun menjadi ukuran cinta.
Uang tidak pernah belajar kebahagiaan,
namun menjadi tujuan hidup.
Ia tidak tahu makna hidup,
namun menjadi alasan bertahan.
Refleksi Akhir
Puisi ini menyindir bagaimana uang, meski tanpa pendidikan formal, mampu mengendalikan berbagai aspek kehidupan manusia. Ia menjadi simbol kekuasaan, penentu moral, dan tujuan hidup, menggantikan nilai-nilai yang seharusnya dipelajari dan dihargai melalui pendidikan dan pengalaman.
Sindiran ini ditujukan kepada masyarakat yang terlalu memuja uang, hingga melupakan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, pendidikan, dan moralitas. Pesan moralnya adalah untuk mengingatkan bahwa uang seharusnya menjadi alat, bukan tujuan utama dalam hidup.
🧠Uang: Si Kertas Tanpa Ijazah yang Menggurui Dunia
Karya Pengembara Hidup: Jeffrie Gerry (Japra)
“Uang tak pernah duduk di bangku sekolah, tapi ia mengajar dunia tentang nilai dan harga.”
Pengantar
Uang, si kertas tanpa ijazah, menguasai dunia dengan kecerdikannya. Ia tidak pernah membaca buku, namun mampu menulis takdir manusia.
Puisi Satir: Uang: Si Kertas Tanpa Ijazah yang Menggurui Dunia
Uang lahir tanpa akta,
tidak pernah mencicipi bangku sekolah.
Namun, ia mengajar manusia tentang nilai,
dengan bahasa yang tak terucap, namun terasa.
Ia tidak mengenal alfabet,
tapi namanya ditulis di setiap hati.
Ia tidak mengerti matematika,
namun menghitung setiap langkah manusia.
Uang tidak pernah belajar sejarah,
namun ia menciptakan peradaban.
Ia tidak tahu geografi,
namun hadir di setiap sudut dunia.
Ia tidak pernah belajar seni,
namun menjadi inspirasi setiap karya.
Ia tidak mengerti musik,
namun mengatur irama kehidupan.
Uang tidak pernah belajar etika,
namun menentukan moral manusia.
Ia tidak tahu agama,
namun disembah di setiap doa.
Ia tidak pernah belajar politik,
namun mengendalikan kekuasaan.
Ia tidak tahu hukum,
namun membentuk keadilan.
Uang tidak pernah belajar psikologi,
namun memahami hasrat terdalam manusia.
Ia tidak tahu filsafat,
namun menjadi alasan eksistensi.
Ia tidak pernah belajar sosiologi,
namun membentuk struktur masyarakat.
Ia tidak tahu antropologi,
namun menjadi bagian dari budaya
Uang tidak pernah belajar ekonomi,
namun menjadi pusat perputaran dunia.
Ia tidak tahu bisnis,
namun menjadi tujuan setiap transaksi.
Ia tidak pernah belajar teknologi,
namun mempercepat inovasi.
Ia tidak tahu internet,
namun viral di setiap platform.
Uang tidak pernah belajar pendidikan,
namun menentukan akses ke ilmu.
Ia tidak tahu kurikulum,
namun menjadi syarat kelulusan.
Ia tidak pernah belajar kesehatan,
namun menentukan kualitas hidup.
Ia tidak tahu obat,
namun menjadi resep utama.
Uang tidak pernah belajar olahraga,
namun menjadi sponsor utama.
Ia tidak tahu kompetisi,
namun menentukan pemenang.
Ia tidak pernah belajar kuliner,
namun menentukan rasa makanan.
Ia tidak tahu resep,
namun menjadi bahan utama.
Uang tidak pernah belajar fashion,
namun menentukan tren.
Ia tidak tahu desain,
namun menjadi label utama.
Ia tidak pernah belajar arsitektur,
namun menentukan bentuk kota.
Ia tidak tahu struktur,
namun menjadi fondasi.
Uang tidak pernah belajar lingkungan,
namun menentukan nasib bumi.
Ia tidak tahu ekosistem,
namun menjadi penyebab perubahan.
Ia tidak pernah belajar seni bela diri,
namun menjadi senjata utama.
Ia tidak tahu strategi,
namun memenangkan perang.
Uang tidak pernah belajar cinta,
namun menjadi alasan pernikahan.
Ia tidak tahu romansa,
namun menjadi mahar utama.
Ia tidak pernah belajar keluarga,
namun menentukan kebahagiaan.
Ia tidak tahu kasih sayang,
namun menjadi ukuran cinta.
Uang tidak pernah belajar kebahagiaan,
namun menjadi tujuan hidup.
Ia tidak tahu makna hidup,
namun menjadi alasan bertahan.
Refleksi Akhir
Puisi ini menyindir bagaimana uang, meski tanpa pendidikan formal, mampu mengendalikan berbagai aspek kehidupan manusia. Ia menjadi simbol kekuasaan, penentu moral, dan tujuan hidup, menggantikan nilai-nilai yang seharusnya dipelajari dan dihargai melalui pendidikan dan pengalaman.
Sindiran ini ditujukan kepada masyarakat yang terlalu memuja uang, hingga melupakan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, pendidikan, dan moralitas. Pesan moralnya adalah untuk mengingatkan bahwa uang seharusnya menjadi alat, bukan tujuan utama dalam hidup.